Custom Search

Friday, September 2, 2011

PENENTUAN HITUNGAN BULAN MENURUT RASULULLAH SAW

Banyak hadits shahih yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi menegaskan bahwa untuk menentukan awal bulan kalender tahun Hijriah adalah dengan melihat munculnya bulan baru di ufuk Barat setelah matahari tenggelam. Dalam hadits yang banyak itu juga ditegaskan bahwa satu bulan tahun Hijriah bisa 29 hari atau bisa 30 hari dan apabila panglihatan dari melihat bulan baru terhalang misalnya karena awan, Rasulullah memerintahkan agar satu bulan digenapkan menjadi 30 hari.
Apabila umat Islam konsisten dengan hadits yang mensyaratkan penentuan awal bulan dengan penglihatan mata telanjang, maka posisi bulan saat matahari terbenam menurut ahli astromi harus berada 7 derajat diatas horisan, kurang dari itu tidak bisa dilihat dengan mata telanjang seperti yang disyaratkan oleh hadits. Jadi pihak yang menentukan syarat bulan berada minimal 2 derajat diatas horisan saat matahari terbenam bertentangan dengan hadits-hadits tadi karena posisi 2 derajat diatas horizon tidak bisa dilihat dengan mata telanjang.
Tetapi ada salah satu hadits shahih tentang penentuan jumlah hitungan bulan ini yang jarang dibahas malah boleh dikatakan tidak pernah dibahas sama sekali yaitu salah satu hadits shahih Muslim yang artinya sebagai berikut :
Dari Ibnu Umar r.a. , katanya Rasulullah saw bersabda : “ kita kaum yang ummi ; tidak pandai menulis dan berhitung. Sebulan adalah segini dan segini. Beliau menekuk sebuah jempolnya kali yang ketiga. Dan sebulan adalah sebegini, sebegini, sebegini, yakni cukup tiga puluh hari “.
Apabila kita memahami secara mendalam penegasan hadits diatas “ kita kaum yang ummi; tidak bisa menulis dan berhitung “, tentu kita akan sampai pada suatu kesimpulan yang akurat dan tidak terbantahkan bahwa satu-satunya jalan bagi kaum yang ummmi untuk menentukan awal bulan kalender tahun Hijriah adalah melihat penampakan bulan sabit dengan mata telanjang, tidak ada selain dari itu.
Pertanyaannya sekarang, apakah penentuan awal bulan kalender tahun Hijriah dengan melihat kemunculan bulan muda di ufuk Barat saat matahari terbenam masih relevan bagi kita yang bukan lagi kaum yang ummi ini.
Saya yakin se yakin-yakinnya bahwa penentuan awal bulan kalender tahun Hijriah bagi kita yang sudah pandai menulis dan berhitung ini, harus dengan dengan perhitungan atau hisab, tidak relevan lagi penentuan dengan melihat kemunculan bulan dengan mata telanjang. Hal ini merujuk pada ayat 185 surah Al Baqarah yang saya bahas di blog saya ini juga dengan judul, 1 SYAWAL 1432 JATUH PADA 30 AGUSTUS KALAU BERPEDOMAN PD AL QUR’AN ( silahkan klik judulnya ).
Mudah-mudahan artikel ini membuka kesadaran kita agar tidak terjadi kesimpang siuran dalam menentukan awal bulan kalender tahun Hijriah.

TOP SELLING BUKU TERAPI ALIF

Monday, August 29, 2011

1 SYAWAL 1432 H JATUH PADA 30 AGUSTUS KALAU BERPEDOMAN PD AL QUR’AN

Kesimpang siuran penentuan awal bulan Ramadhan dan 1 Syawal tahun Hijriah sudah terjadi di kalangan umat Islam terutama di Indonesia, begitu juga halnya dengan sekarang ini dan dianggap sebagai hal yang sangat pelik. Tetapi seandainya semuanya konsisten berpatokan pada apa yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala dalam Al Qur’an, perbedaan penentuan tanggal peristiwa penting bagi umat Islam itu tidak perlu terjadi.
Informasi dan pendapat yang dilontarkan di berbagai media belakangan ini, semuanya sepakat bahwa posisi bulan pada tanggal 29 Agustus 2011 di wilayah Indonesia berada diatas horizon/cakrawala, meskipun di banyak tempat bulan muda ini tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Atas fakta ini dan menurut perhitungan bahwa memang 1 Syawal 1432 Hijriah jatuh pada hari Selasa tanggal 30 Agustus 2011. Atas dasar apa pendapat ini.
Kalau kita merujuk pada ayat 185 surah Al Baqarah pada potongan ayat berupa perintah untuk memulai puasa bulan Ramadhan, Allah Ta’ala menegaskan dengan kalimat “ faman syahida minkum “ ( artinya: siapa yang menyaksikan diantara kamu ). Kata syahida dalam ayat ini berarti menyaksikan, bukan hanya melihat. Kalau perintahnya berbunyi “ siapa yang melihat “, tentu tidak akan digunakan kata syahida.
Kata syahida mengandung makna tidak hanya melihat, tetapi juga mengetahui dan memahami dari dasar ilmu pengetahuan dan keyakinan, seperti yang kita temukan penggunaan bentuk perubahan akar kata ini pada Kalimah Syahadah. Arti Kalimah Syahadah berbunyi : “ Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhummad utusan Allah “. Kita tidak bisa dan tidak pernah melihat Allah sebagai Tuhan kita, tetapi kita bersaksi dan kesaksian itu atas dasar keyakinan yang berlandaskan pemahaman. Demikian pula terhadap Muhammad sebagai utusan Allah, kita tidak pernah melihat Nabi Muhammad saw, tetapi kita tahu bahwa beliau pernah hidup menyampaikan risalah yang dibawanya lewat tulisan dan catatan sejarah atau penuturun secara turun temurun.
Jadi disini jelas bahwa perintah Allah Ta’ala untuk menentukan awal bulan bukan hanya berdasarkan pada penglihatan dengan mata telanjang adanya bulan diatas horizon, tetapi juga berdasarkan pengetahuan dan pemahaman serta perhitungan keberadaan bulan diatas horizon. Kalau kita patuh perintah Allah Ta’ala Yang Maha Kuasa Lagi Maha Adil, maka pegangan utama kita adalah Al Qur’an dengan penafasiran dan pemahaman yang benar tentunya.
Silahkan baca juga posting di blog ini yang berkaitan dengan pembahasan diatas di
PENENTUAN HITUNGAN BULAN MENURUT RASULULLAH SAW

TOP SELLING BUKU TERAPI ALIF